Pages

لْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لاَ يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الأَلْبَابِ "Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran." (Az-Zumar:9)

Tuesday, May 22, 2012

Menjawab Syubhat Kelompok Pelaku Bid'ah





 terdapat sekelompok orang menamakan diri mereka dengan Ahlul Quran wal Hadits (Pendukung Alquran dan hadits) atau Ahlut Tauhid (Kelompok Tauhid). Diantara ajaran-ajaran yang mereka dakwahkan adalah:

1. Mengingkari kehujjahan ijmak dan qiyas.
2. Berpendapat tidak bolehnya mentaklid salah satu Mazhab Empat ataupun mazhab-mazhab lainnya. Mereka mewajibkan setiap orang untuk berijtihad meskipun tidak memahami bahasa Arab.
3. Mengingkari kehujjahan perkataan para sahabat, karena menurut mereka, para shahabat tersebut telah melanggar Alquran dan Sunnah Nabi saw..

Jawaban :

    Pendapat-pendapat menyimpang ini tidak benar kalau dinisbatkan kepada kelompok Ahlussunnah wal Jamaah. Begitu pula tidak tepat kalau dinisbatkan juga kepada Ahlul Hadits (Ulama Hadits) ataupun Ahlur Ra`y (Ulama Rasionalis). Bahkan, tidak benar juga kalau disandarkan kepada mazhab islami apapun yang diakui. Karena, para ulama telah bersepakat bahwa ijmak adalah hujjah yang pasti dan tidak boleh dilanggar. Ijmak ini merupakan salah satu identitas Islam dan biasa disebut dengan istilah al-ma'lûm min ad-dîn bi adh-dharûrah (perkara yang diketahui secara umum dalam agama Islam).

Dalil mengenai kehujjahan ijmak adalah firman Allah SWT,

"Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin. Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali". (An-Nisâ` [4]: 115).

    Juga terdapat banyak hadits yang maknanya diriwayatkan secara mutawatir dari Nabi saw. bahwa umat Islam tidak akan bersepakat dalam kesesatan.

    Para ulama juga telah sepakat mengenai kehujjahan qiyas jika memenuhi syarat-syaratnya yang dijelaskan dalam kitab-kitab Ushul Fikih. Bahkan sebagian mereka mengeluarkan fatwa bahwa jika ada sesuatu diwakafkan untuk para ulama fikih, maka orang yang mengingkari qiyas tidak berhak mendapatkan barang wakaf itu.

    Adapun pernyataan bahwa setiap orang harus melakukan ijtihad meskipun tidak memahami bahasa Arab dan larangan mengikuti (mentaklid) salah satu dari Mazhab Empat atau mazhab-mazhab lainnya, maka itu adalah perkataan yang tidak masuk akal serta tidak mungkin diucapkan oleh orang yang mempunyai akal sehat. Membebankan orang awam untuk berijtihad adalah seperti membebankan orang sakit dan lumpuh untuk terbang. Ini adalah pembebanan dengan sesuatu yang tidak mungkin dilakukan. Jika ditambahkan lagi dengan larangan mentaklid salah satu Mazhab Empat maka hal itu berarti penghancuran terhadap pondasi-pondasi Islam dengan mengatasnamakan Islam, serta melenyapkan Sunnah dengan alasan berpegang pada Sunnah.

    Oleh karena itu, para ulama wajib turun tangan untuk memadamkan api fitnah yang mengakibatkan tersebarnya pendapat-pendapat sesat tersebut. Jika orang yang menyebarkan pendapat-pendapat tadi memahami dengan baik hakikat serta akibat yang ditimbulkannya, niscaya ia akan mengingkarinya sendiri dan berlepas tangan darinya jika memang ia menginginkan keridhaan Allah semata.

    Adapun berkaitan dengan perkataan para sahabat, maka para ulama berbeda pendapat mengenai kehujjahannya ketika terjadi perbedaan di kalangan para sahabat tersebut dalam masalah tertentu. Penjelasan mengenai hal ini diuraikan secara rinci dalam kitab-kitab Ushul Fikih. Walau bagaimanapun, seorang muslim hendaknya bersikap sopan terhadap para sahabat Rasulullah saw., karena mereka telah dipilih oleh Allah untuk menemani sebaik-baik makhluk-Nya, Muhammad saw.. Mereka adalah para pembawa agama dan syariat ini. Menuduh mereka melanggar Alquran dan Sunnah dengan sengaja adalah tindakan tidak sopan dan tidak tahu diri. Ketika ada pendapat salah seorang dari sahabat Rasulullah saw. yang nampak bertentangan dengan nash, maka kita harus bersikap husnuzh zhân (berperasangka baik) terhadapnya dan mengatakan, "Itulah batas ilmu yang dimiliki sahabat itu", atau, "Ia mungkin belum mendengar hadits mengenai masalah itu", atau, "Hadits yang sampai kepadanya tidak shahih menurutnya".

    Seorang muslim yang mencintai Allah dan Rasul-Nya saw. yang ingin senantiasa mengikuti ajaran agamanya dengan benar hendaknya tidak mengambil ajaran agamanya dari orang-orang yang tidak mempunyai kompetensi untuk mengeluarkan pendapat dalam masalah agama. Hendaknya ia menanamkan di dalam hatinya kata-kata yang pernah diucapkan oleh Imam Muhammad bin Sirin, "Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka perhatikanlah dari mana kalian mengambil agama kalian."

Wallahu subhânahu wa ta'âlâ a'lam.
sumber http://www.dar-alifta.org/

No comments:

Post a Comment